Minggu, 25 Juli 2010

BENARKAH NU, LIBERAL ?

0 komentar
A. Pendahuluan
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam yang terbesar di Indonesia Organisasi ini berdiri pada 31 januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, ekonomi. Sebagai jam'iyyah sekaligus gerakan diniyyah Islamiyyah dan ijtima'iyyah, sejak awal berdirinya telah menjadikan faham Ahlussunnah Wal Jama'ah sebagai basis teologi atau dasar berakidah (Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya alQuran dan Sunnah saja tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi) dan menganut salah-satu dari empat madzhab (madzahibul arba'ah)sebagai pegangan dalam berfiqih.
Memahami NU sebagai jam'iyyah diniyyah (organisasi keagamaan) secara tepat, sesungguhnya belumlah cukup hanya dengan melihat dari sudut formal semenjak ia lahir, berikut pertumbuhan maupun perkembangannya hingga dewasa ini sebab jauh sebelum NU lahir dalam bentuk jam'iyyah (organisasi), terlebih dahulu berwujud jama'ah (community) yang terikat kuat oleh aktifitas sosial keagamaan yang mempunyai karakteristik tersendiri. Atau dengan kata lain, wujudnya NU sebagai organisasi keagamaan itu hanyalah sekedar sebagai penegasan formal dari mekanisme informal antar ulama dengan ulama, dan antar ulama dengan umat yang dipimpinnya.
Asumsi seperti ini dibenarkan oleh peristiwa sejarah saat Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, direspon oleh kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, dengan penolakan pembatasan bermazhab karena hal semacam ini dianggap sebagai upaya licik Pemerintah Saudi untuk menghancurkan warisan peradaban para ulama salafusshalihin. Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925 Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim Asy'ari. K.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out. 1
Didorong. oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan KEBEBASAN BERMADZHAB serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah. Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban Islam yang sangat berharga.
Berangkat dari sebuah komite (Komite Hijaz) dan berbagai bekal pengalaman berorganisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkoordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar (Rais Akbar hanya khusus untuk Hadhratissyekh KH.. Hasyim Asy'ari saja sebagai penghormatan atas jasa-jasa besar beliau, sedangkan yang lain hingga kini, cukup dengan sebutan Rais 'Amm)

B. Definisi Aswaja Ala NU
NU.menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah (Aswaja), sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya terbatas pada al-Qur'an dan as-sunnah saja, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: Imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: Imam Hanafi,Iimam Maliki,dan Imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang empat (4) di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Dari segi bahasa ahlussunnah berarti penganut sunnah Nabi sedangkan Ahlul Jama’ah berarti penganut kepercayaan jama’ah para sahabat Nabi. Karena itu, kaum "Ahlussunnah wal Jama’ah” adalah kaum yang menganut kepercayaan yang dianut oleh Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya. Kepercayaan Nabi dan sahabat-sahabatnya itu telah termaktub dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi secara terpencar-pencar, yang kemudian dikumpulkan dan dirumuskan kembali dengan rapi oleh seorang ulama besar, yaitu Syeikh Abu al-Hasan al-Asy’ari (lahir di Basrah tahun 260 H dan wafat di kota yang sama pada tahun 324 H dalam usia 64 tahun. 2
Menurut Dr. Jalal Muhammad Musa dalam karyanya Nasyi’ah al-Asy’âriyyah wa Tathawwurihâ, istilah Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) mengandung dua konotasi, ‘âmm (umum/global) dan khâshsh (spesifik). Dalam makna ‘âmm, Ahlussunnah wal Jama’ah adalah pembanding Syi’ah, termasuk Mu’tazilah dan kelompok lainnya, sedangkan makna khâshsh-nya adalah kelompok Asy’ariyah (pengikut mazhab Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari) dalam pemikiran ilmu kalam.
Di luar pengertian di atas, KH. Said Aqil Siradj memberikan pengeretian lain. Menurutnya, Ahlussunnah Wal Jama'ah adalah orang-orang yang memiliki metode berfikir keberagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi, menjaga keseimbangan, dan toleransi. Baginya Ahlussunnah Wal Jama'ah harus diletakkan secara proporsional, yakni Ahlussunnah Wal Jama'ah bukan sebagai madzhab, melainkan hanyalah sebagai manhajul fikri (cara berfikir tertentu) yang digariskan oleh para sahabat dan para muridnya, yaitu generasi tabi'in yang memiliki intelektualitas tinggi dan relatife netral dalam menyikapi situasi politik ketika itu. Meskipun demikian bukan berarti bahwa ASWAJA sebagai Manhajul Fikri adalah periode yang bebas dari sosial-kultural dan sosial-politik yang melingkupinya. 3
NU juga telah merumuskan pedoman sikap bermasyarakat yang dilandasi paham Aswaja, yaitu: Tawassuth (moderat), Tasammuh (toleran), Tawazzun (serasi dan seimbang), I'tidal (adil dan tegas), dan Amar Makruf- Nahi Munkar (menyeru kepada kebajikan serta mencegah kemunkaran secara makruf)
Aswaja juga mengandung ajaran tentang sikap menghargai minoritas dan perbedaan. Oleh karenanya, NU sebagai penganut faham Aswaja lebih apresiatif terhadap paradigma demokrasi. Bagi NU, perbedaan di tengah ummat merupakan keniscayaan. Karena itu harus disikapi secara arif dengan mengedepankan musyawarah. Tidak boleh disikapi secara ekstrem dan radikal hanya karena keyakinan atas kebenaran sepihak. Sikap yang seperti ini lah yang menjadikan NU mampu menyajikan Islam yang rahmatan lil 'alamin, ramah, toleran, dan tidak ekstrim

C. Definisi Liberal
Liberal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: bersifat bebas, berpandangan bebas (luas dan terbuka). Sedangkan Charles Kurzman, sarjana sosiologi dari Universitas North Carolina dan penulis buku Wacana Islam Liberal (Paramadina, Jakarta, 2001), tidak mendefinisikan istilah tersebut secara lugas. Istilah liberal atau liberalisme, yang menurut kamus Britanica adalah filosofi politik yang menekankan kebebasan individu dan peran negara dalam menjaga hak-hak setiap warga negara. (26 desember 2001, Tempo On Line).

Menurut Arkoun, secara terminology mazhab liberalisme adalah aliran hukum yang sangat menekankan penggunaan rasio (akal). Aliran ini tak terikat dengan bunyi teks, tapi berusaha menangkap makna hakikinya. Makna ini dianggap sebagai ruh agama Islam, tujuan yang terkandung dalam hukum syara' (maqashid al-syar'iyyah). Dengan kata lain, mazhab ini berusaha mendobrak kebekuan pemikiran Islam, sekaligus merupakan fiqih baru yang dapat menjawab masalah-masalah baru akibat perubahan yang terjadi di masyarakat.
Hal senada diungkapkan Leonard Binder bahwa kaum liberal berusaha menangkap esensi wahyu, yaitu makna wahyu di luar arti lahiriyyah dari kata-kata. Mereka meninggalkan makna lahir dari teks untuk menemukan makna dari dalam konteks.
Sejarah munculnya mazhab liberal ini dapat dilacak pada mazhab ahli ra'yi di kalangan sahabat Nabi, yakni dua pendekatan yang berbeda yang dilakukan oleh para sahabat Rasul Muhammad SAW, yang selanjutnya melahirkan dua mazhab besar di kalangan sahabat-sahabat, yaitu: 'Alawiyy dan 'Umariyy, yang akhirnya mewariskan ke kita sebagai kaum tekstualis di satu pihak dan kaum kontekstualis pada pihak lain. 4
Ulil Abshar Abdalla, dalam tulisannya di Republika, tertanggal 11-5-2003 (Agama, Akal, dan Kebebasan –Tentang Makna Liberal dalam Islam Liberal-), mengatakan:
Ada kesan yang tertanam dalam sebagian orang, bahwa istilah liberal dalam Islam liberal mempunyai makna kebebasan tanpa batas, atau bahkan disetarakan dengan sikap permisif, ibahiyah; sikap menolerir setiap hal tanpa mengenal batas yang pasti. Dengan cara pandang semacam itu, Islam liberal dipandang sebagai ancaman terhadap keberagamaan yang sudah terlembaga.........
...........Jika manusia telah dikosongkan dari motif, dan otonominya sebagai subyek moral telah disangkal, apakah yang tersisa dari manusia semacam itu selain "jasad" yang pasif. Nabi pernah bersaba, "ad dinu huwal 'aql, la dina liman la 'aqla lahu", agama adalah akal, tidak ada agama bagi mereka yang tak mempunyai akal.........Oleh sebab itu, kebebasan manusia adalah perkara prinsip yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Banyak orang mengira bahwa kebebasan semacam itu menyebabkan manusia memberontak kepada agama dan wahyu. Ada yang mengira bahwa dengan membatasi kebebasan itu, mereka telah melindungi wahyu. Ini jelas pandangan yang salah. Sebab, begitu kebebasan manusia dibatasi, maka dimensi-dimensi terdalam yang subtil dari wahyu akan sulit diungkapkan oleh manusia. Sebab, untuk memahami kompleksitas wahyu, diperlukan akal manusia yang matang. Sebuah hadits qudsi yang populer di kalangan sufi menyatakan, "Aku (Allah) adalah 'kanzun makhfiyy?, harta karun yang tersembunyi. Aku ingin diketahui, maka Aku ciptakan manusia." Hadis ini memberikan suatu penegasan yang penting bahwa manusia diciptakan untuk "menggali" dimensi-dimensi yang tersembunyi dalam wahyu dan kebenaran Tuhan. Hal itu tak mungkin terjadi jika tidak mengandaikan adanya manusia sebagai subyek yang bebas dan otonom. …….Kesimpulan yang hendak saya tuju dari ulasan yang agak "ruwet" dan panjang ini adalah bahwa dengan membubuhkan kata "liberal" pada Islam, sesunggunya saya hendak menegaskan kembali dimensi kebebasan dalam Islam yang jangkarnya adalah "niat" atau dorongan-dorongan emotif-subyektif dalam manusia itu sendiri. Dan sebaiknya kata liberal dalam "Islam liberal" dipahami dalam kerangka semacam ini. Kata "liberal" di sini tidak ada sangkut pautnya dengan kebebasan tanpa batas, dengan sikap-sikap permisif yang melawan kecenderungan "intrinsik" dalam akal manusia itu sendiri. 5

D. Penutup
Bila kita cermati alasan mendasar Nahdlatul Ulama (NU) didirikan adalah dalam rangka merespon asas tunggal yang diterapkan Pemerintah Saudi Arabiah untuk menganut faham Wahabi secara mutlak, yang kemudian direspon dengan penolakan oleh Ulama pesantren dengan menganut faham kebebasan bermazhab yang tersimpul-aplikatif dalam format madzhahibul arba'ah. Selanjutnya lahirlah Nahdlatul Ulama (NU), di mana sejak awal berdirinya telah menjadikan faham Ahlussunnah Wal Jama'ah sebagai basis teologi dengan merujuk pada rumusan Imam Abul Hasan al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidzi, dan Mazahibul Arba'ah sebagai pegangan dalam berfiqih. Atau dengan kata lain mengikuti sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah saja, tetapi juga mengoptimalkan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik, serta tidak mudah menjatuhkan vonis kufur, sesat, musyrik kepada orang per orang dan atau lembaga yang karena satu dan lain sebab belum dapat memurnikan aqidah semurni- murninya.
Bertolak dari rumusan sederhana di atas bisa dimengerti bila dalam perjalanannya kemudian di NU terjadi dinamika pemikiran yang sangat signifikan. Apakah ini sesuatu yang negatif atau justru positif? Tentu saja, bagi penganut faham tekstualis akan mengangap ini sebagai sesuatu yang mengada-ada, nyleneh, negatif, bid'ah, atau bahkan sesat dan menyesatkan yang harus dihentikan atau bila perlu dibumi-hanguskan. Tetapi bagi kaum kontekstualis, ini dianggap sebagai lompatan pemikiran yang luar-biasa (dari tradisionalis, modernis, ke liberal) dan positif tentunya sebab mereka berpandangan bahwa dinamika pemikiran seperti ini memang tidak bisa dihindari, pun sebenarnya telah dilalui pula oleh para sahabat Nabi (bahkan di ketika Baginda Rasul masih berada di tengah-tengah mereka. Kemudian diterus-kembangkan oleh para 'ulama 'ushul klasik, misal sekelas Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi) yang masyhur sebagai ahlurro'yi , yang selanjutnya kini diapresiasi-kembangkan dan dilestarikan oleh NU.
Realita yang takterbantah terjadi dalam LBM (Lembaga Bahtsul Masail) di NU saat ini, yaitu di komisi Masailul Maudlu'iyyah telah terjadi diskusi yang berbeda dari sebelum-sebelumnya (cenderung liberal), karena hampir semua peserta diskusi sudah tidak lagi mengutip kitab-kitab klasik lagi bahkan sebagai rujukan, tetapi mereka lansung berargumen dengan alQuran, alHadits, Atsar, Qawa'idul 'Ushuliyyah, kitab-kitab karya ulama-ulama kontenporer, serta pendekatan ilmu-ilmu modern. Padahal pola pembahasan seperti telah tersebut di kalangan NU dahulunya dianggap sesat dan menyesatkan. 6
Berangkat dari gagasan: "Mempertahankan tradisi lama yang masih relevan, dan responsif terhadap gagasan baru yang lebih baik dan lebih relevan", mengisyaratkan bahwa agar hukum Islam layak menjadi hukum publik yang rahmatan lil'alamin, yang tidak partisan, dan demi tegaknya keadilan yang bersifat universal, maka penyempurnaan terhadap kaidah-kidah Ushul Fiqih menjadi suatu keniscayaan.
Yusuf Qardhawi dalam bukunya al-Ijtihad al-Syar'iyyah al-Islamiyyah (Kuwait: Darl Qalam, 1985, hal., 286), mengatakan: Adalah suatu hal yang berlebihan dan juga merupakan sikap pura-pura tidak mengenal realita, apabila seseorang mengatakan bahwa buku-buku lama telah memuat jawaban-jawaban atas setiap persoalan yang baru muncul. Setiap zaman itu memiliki problematika dan kebutuhan yang senantiasa muncul. Bumi berputar, cakrawala bergerak, dunia berjalan, dan detik jam pun tidak pernah berhenti bedetak.
Ada ungkapan yang menarik sebagai ketidak-setujuhan dari KH. Sahal Mahfudh saat Muktamar (1984) di Situbondo, di mana ketika itu muktamirin hanya memakai kutubul mu'tabarah karya ahlul madzahib saja, dan menolak kitab-kitab di luar ahlul madzaahib, yakni kitab-kitab seperti karya Ibnu Taimiyyah atau Ibnul Qayyim. Dengan tegas beliau mengatakan (meskipun para Kyai yang lain banyak yang tidak sependapat), " khudz maa shafaa wa da' maa kadar , ambillah yang jernih dan tinggalkan yang keruh. Jangan hanya gara-gara dalam bab tawassul kitab ini mengecamnya, lantas kitab tulisan mereka seluruhnya tidak boleh dipakai." 7

Pernyataan mBah Sahal di atas bisa dipahami bahwa dengan melegitimasi hanya pada kriteria kutubul mu'tabarah saja, maka berarti mengunggulkan pendapat imam tertentu, dan merendahkan pendapat imam lain. Hal ini jelas menyalahi qaidah, "al-ijtihad laa yunqadhu bil ijtihad, suatu ijtihad tidak bisa dibatalkan oleh ijtihad lain." Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Bukankah muara fiqih adalah terciptanya mashlahatul ummah dan keadilan sosial di tengah masyarakat, yang dengan demikian kita tidak bisa mengenyampingkan begitu saja nilai-nilai kejujuran dan kebebasan.


إن أريد إلا الإصلاح ما ستطعت . و ما توفيق إلا با لله . عليه توكلت
و إليه أنيب . و الله أعلم با لصواب .


Daftar Pustaka:

1. Choirul Anam, Pertumbuhan Dan Perkembangan NU, (Jatayu Sala, 1985), h. 65
2. Choirul Anam, Pertumbuhan Dan Perkembangan NU, (Jatayu Sala, 1985), h. 143
3. KH. Said Aqil Siradj, Ahlussunnah Wal Jama'ah dalam Lintas Sejarah, (Yogyakarta LKPSM,
1999),h. 22
4. Jalaluddin Rahmat, Kontekstualitas Doktrin Islam Dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina,
1995), h. 286
5. http://www.virtualfriends.net/article/articleview.cfm?AID=29183
6. Keputusan Muktamar, Munas, Konbes Nahdlatul Ulama (1926-1999,M), Studi Problematika
Aktual Hukum Islam, (Diantama 2005), h. 9
7. ibis, h. 7

Sabtu, 09 Januari 2010

0 komentar
Kesaksian Yahya Cholil Tsaquf
(Mantan Jubir Kepresidenan Gus Dur)
Kehilangan yang sesungguhnya telah terjadi dua belas tahun yang lalu, ketika suatu hari kamar mandi kantor PBNU, di Kramat Raya Jakarta, tak kunjung terbuka. Kamar mandi itu terkunci dari dalam dan Gus Dur berada di dalamnya. Orang-orang menggedor-gedor pintu, tak ada sahutan. Ketika akhirnya pintu dijebol, orang mendapati Gus dur tergeletak bersimbah darah muntahannya sendiri. Itu lah strokenya yang pertama dan paling dasyat, yang sungguh-sungguh merenggut kedigdayaan fisiknya.
Sebelum mushibah itu, Gus Dur adalah sosok "pendekar" yang nyaris tak terkalahkan. Aku yakin, seandainya yang menjadi presiden waktu itu adalah Gus Dur sebelum sakit, pastilah hari ini Indonesia sudah punya wajah yang lebih cerah dan lebih bersinar harapan.
Aku adalah pengagum berat Gus Dur sejak remaja. Ketika datang kesempatan bagiku menjadi salah seorang jurubicara presiden idolaku, saat itu lah pengalaman-pengalaman besar kualami. Inspirasi-inspirasi berebutan menjubeli kepala dan dadaku dari langkah-langkah presidenku yang brilliant.
Orang-orang mengecam kegemarannya berkeliling dunia yang dianggap kurang relevan dengan kepentingan Indonesia. Namun aku justru melihat daftar Negara-negara yang dikunjungi adalah identik dengan daftar undangan Konfrensi Asia-Afrika. Satu contoh, Brasil mengekspor sekian ratus ribu ton kedelai ke Amerika setiap tahunnya, sedangkan kita mengimpor lebih separuh jumlah itu dari Amerika pula. Presidenku datang ke Rio De Jeneiro ingin membeli lansung kedelai dari sumbernya tanpa melalui makelar Amerika. Presidenku rupanya sedang menempuh jalan menuju cakrawala yang dicita-citakan pendahulunya, yaitu kemerdekaan hakiki bagi manusia-manusia Indonesia.
Gus Dur mengikhtiarkan perjuangan itu dengan caranya sendiri. Bukan dengan agitasi politik, bukan dengan machtsforming, tapi dengan langkah-langkah taktis yang substansial, yang bagi banyak orang terlihat sebagai kontroversi, bagiku adalah cara cerdik menyiasati pertarungan melawan kekuatan-kekuatan besar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, yang terlampau berat untuk dihadapi secara lansung dan terang-terangan.
Tapi presidenku bertempur dalam kondisi sakit, seperti Panglima Besar Jendral Sudirman di hutan-hutan gerilyanya. Banyak orang belakangan bertanya-tanya, mengapa orangtua yang sakit-sakitan itu tak mau berhenti saja, beristirahat menghemat umurnya, ketimbang ngotot seolah terus-menerus mencari-cari posisi di tengah silang-sengkarut dunia yang memang sudah semrawut.
Saksikanlah, wahai bangsaku, ini lah orang yang terlalu mencintaimu, sehingga tak tahan walau sedetik pun meninggalkanmu. Ini lah orang yang begitu yakin dan determined akan cita-citanya, sehingga rasa sakit macam apa pun tak akan bisa menghentikannya. Selama napas masih hilir-mudik di paru-parunya, selama detak masih berdenyut di jantungnya, selama hayat masih di kandung badannya.
Kini Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menyelimutkan kasihsayang paripurna bagi hamba Nya yang mulia ini. Selamat jalan, Gus! Semoga sesuadah ini segera tercurah pula kasihsayang Allah untuk bangsa ini, amiin…
(MISYKAT, edisi 56: januari 2010)

Rabu, 06 Januari 2010

0 komentar
My Teacher, The Holy Musafirs (Sacred 2)
Halimi achmad Posted by Hashim at 20:42 0 comments
Although already gone through the 100-day journey Hereafter but the look-his eyes are sharp but calm, his voice soft but firm, advice simple but able to penetrate the soul of the limits that are affected by darkness and illuminated by faith. Ah .., her figure is too obvious and strong in my eyes.
I remember one night towards morning, exactly at 02.00 in the morning when me and him (alone) congregational prayer beads circumcision, and he told me to be a priest, and he is a congregation. After the prayer that I tell him to read prayers. Without directly saying it he raised his hand, and began to pray "God .. yes .. yes .. Robb .. only you who know my situation. Only you. I do not know the actual situation. Only you know. If you asked where my science and charity? So I consciously said, I do not know what it is science and what is charitable, which I know only one You're my God What kariim, rohmaan, rohiim ... "
The teacher continued to pray without fatigue, without stopping because of the prayers he acquired the knowledge, strength, happiness, and all the grace of God. In the meantime I continued to read-amen-up prayer Teacher tirelessly, endlessly because in reading the prayers amen-teacher, I have obtained all the teachers.
Promptly at 03.00 in the morning, finished prayers teacher said to me, "Arya ... From this moment the patient is learning to be patient and learn to be grateful for the future will only those who have patience and gratitude that can live their lives. Know , Indonesia faced a test you will continue to come repeatedly from the top-down-left-right, even a sudden just came to me without direction. berlansung Examination will be up to the year 2015. At that time, Indonesia was you will experience the golden age. If you do not prepare yourself now so you do not deserve to live in the golden era. That is, death is better for you
0 komentar
My Teacher, The Holy Musafirs
Posted by Hashim Ahmad Halimi at 20:32 2 comments
His days are traveling from one place to another. from one post to another post. always. Though physically weakened, not to mention a long list of diseases that present a list of life-fertility depends on the body. Basic travelers, still wandering. He did not bother herself because her life is a devotion. "We are the servants of God. God will never be a slave, otherwise I will not occupy the position of God. I was just one task, namely: to serve the Lord". Once the sentence is often out of her lips that always smile full of love.
A week ago, when I was in one of his post, I came and knelt before him, he whispered, softly, "my son, in the Koran God commands: wander ye you all on this earth (wa siiruu fil Ardli). Therefore This teacher is never stopped traveling, though I was aware if it is in the midst of this long my wanderings. I have failed to travelers as desired and ridlo Allah, the Exalted ". As I say the last part of this sentence, his voice hoarse and trembling. I'm curious, I slowly lift my face, which had been lowered ta'zhim him. To my surprise, his face was very pale teacher, and his eyes were swollen, red back tears and sadness are very deep. Pounding my chest. I do not know, I usually tough and hard to cry now can not help pattering tears that suddenly came like a flood.
A week after my meeting with the teacher, I still do not understand the words behind the theacher. I felt there was a deliberately hidden by it, but what's that?! Dunno ... "... brother, brother Arya .... Wake up, brother ...!!" Joko, servant shaking my body. Er .., I found I fell asleep. "What, Seats?" "anu, brother ..., e. .. e. .." "What the hell? Speak clearly. Do not make me upset!" snapped. "Master Teacher died." "hah! correct, Jok?!" I replied incredulously. "Yes, brother. Mr. Haris just notify via telphon."
Wa Innaa lillah innaa ilaihi roji'uun, only sentence that can entertain grief and sadness. Apparently, this is the implication of this for me Teacher. I now understand, though a bit late.
0 komentar
Good bye, Gus! I Loue U Full
Posted by Hashim Ahmad Halimi at 23:59 0 comments
The siege of Jombang

Companions of the Prophet who first made the conquest of Andalusia
(Spain) named Abdurrahman Addakhil, or Abdurrahman the
ram. This happened long before the troops landed Tariq ibn Ziyad
in a hilly coast later called Jabal-tariq (now
Jiblartar), to spread Islam in Europe mainland. K.H. Wahid
Hashim was amazed to Companions of the Prophet, so the son
the eldest, who was born on August 4, 1940 at Denanyar, Jombang, it
Abdurrahman named Addakhil.

Then, when growing up, the name of his father, who died young, 37 (because
car accident while traveling with the Bandung-Jakarta
The eldest son), tucked behind his name, becomes
Abdurrahman Wahid. Often called Gus Dur. Ordinary uncles
called "Durrahman". It is said that he favored grandchildren; so, in
many stories of the disciples of his grandfather, the boy often Wahid was in
lap Hadratussyekh K.H. Hashim Ash'ari, the founder of the NU, when
founder of the Islamic schools that teach Tebuireng Tafsir and Hadith, which
indeed be the grandfather of expertise.

The memory that kept ringing in the minds of Almaghfurlah KHR As'ad
Syamsul Arifin; so, although Gus Dur as the general chairman Tanfidziyah
NU often act nyleneh, former NU from musytasyar a'am
Asembagus, Situbondo, it did not dare to give administrative sanctions
in the organization, for example, the grandson of the teacher's pet. Therefore,
Majmuk Muta'allim - one of the yellow book in Islamic schools --
taught, "I was sahaya for a (teacher) who has
leads, though one letter. "Scripture is also standard pesantren
mentioned, the respect students had done just enough to the
teachers, the children and grandchildren - even the pets
even - to do well.

Attitudes of Kiai As'ad against Wahid of NU clerics also conducted a
other. In fact, the NU community, numbering tens of millions, was treated
same thing for "Durrahman". For anthropological studies of
Zamahsyari done Dhofier concluded, all the famous boarding schools
in Java and Madura, if not consisting of the relatives and families
NU founder was, yes pesantren-pesantren established by the
students. So, naturally when Gus Dur in leading NU likened
as the son of the pesantren kiai large nyleneh called NU.
It's hard to blame, because there is only absolute "truth".

With the capital of this cultural belief, Gus Dur was breaking various
establishment of the NU tradition. From tradsisi imitation, turned into
creative thinking (ijtihadi), a sectarian religious view
replaced by an inclusive Islamic discourse. Not only that, political views
which tends to polarize the nation-state Islamic (nation
state), sought temunya point, so the model of Islamic pamahaman his
full charge of local culture (Islamic pribumization) completely different
the various Islamic movements to Indonesia to East bermazhab
Central. The key words, to borrow a phrase Mohammad A.S. Hikam, is
dynamic or revitalization of traditional Islamic treasury Ahlussunnah
waljama'ah, in his involvement with the discourse of modernity. Dobrakan
for religious understanding was not only the internal echo in NU, but
also evaporate out so that fans of classical music is often called
reformers (with Cak Nur and Munawir Syadzali) are categorized into
in the new modernist groups. Done?

Yet. As a captain, he took NU to the smells of nature NGOs, is
critical of the government. He is "furious" when ICMI appeared in the early
The 1990s because of the presumption against the establishment of this organization
is the intersection of the Suharto government and the modernists
Islamic mutual interest sektariannya co. As
antithesis, Wahid led the Democracy Forum with the
nationalist and minorities, saying, "I do not want to go
ICMI, because I wanted to continue with the Muslim street vendors. "

In ways that unpredictable, he has now become president.
Who knows how many billions of dollars the cost of a successful team B.J. Habibie and Megawati
to fight the presidency. Strategy, tactics, the network follows
work in the field, had been prepared so sophisticated. But
why the two teams that failed, and who won instead Gus Dur, who --
Central Axis team with his kind of Amien Rais, Fuad Bawazier, Alwi
Shihab, and others - can say no such abundant funds
Other successful teams?

For the NU, the answer is easy: Gus Dur's guardian, a
easy political mystification flourished there. In fact, a
when, Gus Mus - Familiar call K.H. Mustafa Bisri - with a tone
guyon recalled, "Gus Dur is not just a guardian. However, it is
selectors who is the guardian and not. "

However, for those who are less familiar with the spiritual world ala NU,
Gus Dur's political maneuvering was called a genius move nan
slippery. I was so slippery, until there is a mengibaratkannya as
"eels that plunged into the lubricating oil. Yes, it's politics
crafty. "Without doing tricks, politics is like an ice
dry ". That adage which seems quite fitting for
describes how measures of political zigzagging up the grandson Gus Dur
NU's founding chair up to the fourth president of Indonesia.

Minggu, 03 Januari 2010

Selamat Jalan, Gus ! I Loue U Full

0 komentar
Sang Pendobrak dari Jombang

Sahabat Nabi yang pertama kali melakukan penaklukan ke Andalusia
(Spanyol) bernama Abdurrahman Addakhil, atau Abdurrahman sang
pendobrak. Ini terjadi jauh sebelum pasukan Thariq bin Ziyad mendarat
di sebuah pantai berbukit yang kemudian disebut Jabal-thariq (kini
Jiblartar), untuk menyebarkan Islam di daratan Eropa. K.H. Wahid
Hasyim terkagum-kagum kepada sahabat Nabi tersebut, sehingga putra
sulungnya yang lahir pada 4 Agustus 1940 di Denanyar, Jombang, itu
diberi nama Abdurrahman Addakhil.

Lalu, saat beranjak dewasa, nama ayahnya, yang mati muda, 37 (karena
kecelakaan mobil saat melakukan perjalanan Bandung-Jakarta bersama
sang putra sulung), diselipkan di belakang namanya, menjadi
Abdurrahman Wahid. Akrab dipanggil Gus Dur. Paman-pamannya biasa
memanggil "Durrahman". Konon, ia cucu kesayangan; sehingga, dalam
banyak cerita para murid kakeknya, si bocah Gus Dur acap berada di
pangkuan Hadratussyekh K.H. Hasyim Asy'ari, sang pendiri NU, manakala
pendiri pesantren Tebuireng itu mengajar ilmu tafsir dan hadis, yang
memang jadi keahlian sang kakek.

Kenangan itu yang terus mengiang di benak Almaghfurlah K.H.R. As'ad
Syamsul Arifin; sehingga, walau Gus Dur sebagai ketua umum Tanfidziyah
PBNU acap bertindak nyleneh, mantan musytasyar a'am PBNU dari
Asembagus, Situbondo, itu tak berani memberikan sanksi administratif
dalam organisasi, misalnya, terhadap cucu kesayangan sang guru. Sebab,
Ta'limul Muta'allim - salah satu kitab kuning di pesantren -
mengajarkan, "Aku adalah sahaya bagi seorang (guru) yang telah
membimbingku, walau satu huruf." Kitab standar pesantren ini juga
menyebutkan, penghormatan santri tak cukup dilakukan hanya kepada sang
guru, terhadap anak-cucu - bahkan terhadap hewan peliharaannya
sekalipun - mesti dilakukan juga.

Sikap macam Kiai As'ad terhadap Gus Dur juga dilakukan ulama NU yang
lain. Bahkan, umat NU, yang jumlahnya puluhan juta, pun memperlakukan
hal serupa terhadap "Durrahman". Sebab studi antropologis yang
dilakukan Zamahsyari Dhofier menyimpulkan, seluruh pesantren terkenal
di Jawa dan Madura, kalau tidak terdiri dari para kerabat dan famili
pendiri NU tadi, ya pesantren-pesantren yang didirikan oleh para
muridnya. Maka, wajar bila Gus Dur dalam memimpin NU diibaratkan
seperti putra kiai nyleneh dalam pesantren besar yang bernama NU.
Sulit disalahkan, karena yang ada hanyalah mutlaknya "kebenaran".

Dengan modal kepercayaan kultural ini, Gus Dur pun mendobrak pelbagai
kemapanan dalam tradisi NU. Dari tradsisi taklid, diubahnya menjadi
cara berpikir kreatif (ijtihadi), pandangan keagamaan yang sektarian
diganti dengan wacana Islam inklusif. Bukan cuma itu, paham politik
yang cenderung mempertentangkan Islam dengan negara kebangsaan (nation
state), dicari titik temunya, sehingga model pamahaman Islam-nya yang
penuh muatan kultur lokal (pribumisasi Islam) sama sekali berbeda
dengan pelbagai gerakan Islam Indonesia yang bermazhab ke Timur
Tengah. Kata kuncinya, meminjam istilah Mohammad A.S. Hikam, adalah
dinamisasi atau revitalisasi khazanah Islam tradisional ahlussunnah
waljama'ah, dalam keterlibatannya dengan wacana modernitas. Dobrakan
atas paham keagamaan itu tak hanya bergaung di internal NU, melainkan
juga menguap keluar sehingga penggemar musik klasik ini acap disebut
pembaharu (bersama Cak Nur dan Munawir Syadzali) yang dikategorikan ke
dalam kelompok new modernist. Selesai?

Belum. Sebagai nakhoda, ia bawa NU ke alam yang berbau LSM, sangat
kritis terhadap pemerintah. Ia "meradang" saat ICMI muncul di awal
1990-an karena dalam anggapannya latar berdirinya organisasi ini
hanyalah titik temu antara pemerintahan Soeharto dan kalangan modernis
Islam yang saling mengkooptasi demi kepentingan sektariannya. Sebagai
antitesisnya, Gus Dur memimpin Forum Demokrasi bersama kalangan
nasionalis dan kaum minoritas, sambil berkata, "Saya tak mau masuk
ICMI, karena ingin terus bersama kalangan muslim kaki lima."

Dengan cara-cara yang sulit diduga, ia kini telah menjadi presiden.
Entah berapa miliar rupiah biaya tim sukses B.J. Habibie dan Megawati
untuk memperebutkan kursi presiden. Strategi, taktik, berikut jaringan
kerja di lapangan, pun telah disiapkan demikian canggih. Tetapi
mengapa dua tim itu gagal, dan yang menang justru Gus Dur, yang -
dengan tim Poros Tengah-nya macam Amien Rais, Fuad Bawazier, Alwi
Shihab, dan lain-lain - bisa dikatakan tak punya dana melimpah seperti
tim sukses lainnya?

Bagi warga NU, jawabannya gampang: Gus Dur itu wali, sebuah
mistifikasi politik yang mudah tumbuh subur di sana. Bahkan, suatu
ketika, Gus Mus - panggilan Akrab K.H. Mustafa Bisri - dengan nada
guyon bercerita, "Gus Dur itu bukan cuma wali. Tetapi, sudah menjadi
penyeleksi siapa yang wali dan bukan."

Namun, bagi mereka yang kurang mengenal dunia spiritual ala NU,
manuver politik Gus Dur itu disebutnya sebagai langkah yang jenius nan
licin. Saking licinnya, sampai ada yang mengibaratkannya sebagai
"belut yang tercebur ke dalam minyak pelumas".Ya, politik itu memang
penuh tipu daya. "Tanpa melakukan tipu daya, politik itu ibarat es
yang kering". Begitulah adagium yang kiranya cukup pas untuk
menggambarkan bagaimana langkah zig-zag politik Gus Dur hingga cucu
pendiri NU itu naik ke kursi presiden RI keempat.

Sejarah Munculnya Tasawuf

0 komentar
Latar Belakang Timbulnya Ilmu Tasauf Dalam Islam
Tentang kapan awal munculnya tasawuf Ibnul Jauzi mengemukakan, istilah sufi muncul sebelum tahun 200H. Ketika pertama kali muncul banyak orang yang membicarakannya dengan berbagai ungkapan. Alhasil, tasawuf dalam pandangan mereka merupakan latihan jiwa dan usaha mencegah tabiat dari akhlak-akhlak yang hina lalu membawanya ke akhlak yang baik, hingga mendatangkan pujian di dunia dan pahala di akherat.
Penamaan Sufi
Penamaan shufi tidak ditemukan secara pasti dari kata apa asalnya. Ada perbedaan pendapat mengenai asal kata shufi ataupun tasawuf. Ibnu Taimiyah menyebutkan sebagai berikut;
Dikatakan bahwa lafal shufi itu dinisbatkan (disandarkan) kepada ahli shofah (penghuni lorong dekat masjid Nabi}. Ada pula yang berpendapat, shufi itu dinisbatkan kepada shof depan di hadapan Allah. Konon ada yang menisbatkan shufi kepada Shufah bin Basyar bin Thanjah, satu kabilah dari Bangsa Arab, mereka bertetangga dengan Makkah dari zaman dahulu kala. Dinisbatkanlah orang-orang ahli ibadah (nassak) kepada mereka. Ini, walaupun sesuai untuk penisbatan dari segi lafal yaitu tepat jadi "shufi" namanya, namun penisbatan ini lemah karena mereka itu tidak terkenal dan tidak populer bagi kebanyakan ahli ibadah. Dan seandainya ahli ibadah itu dinisbatkan kepada mereka maka pastilah penisbatan ini sudah ada pada zaman sahabat dan tabi'in serta para pengikut mereka yang pertama. Dan lagi pada umumnya orang-orang yang berbicara mengenai nama shufi itu tidak mengetahui kabilah ini, dan tidak suka kalau dinisbatkan kepada kabilah yang ada di zaman jahiliyah dan tidak ada di zaman Islam.
Dan dikatakan pula bahwa shufi itu dinisbatkan kepada pakaian as-shuf/ bulu domba/ wool. (Majmu' Al-Fatawa oleh Ibnu Taimiyah 11/6 dan lihat 10/510 -20/150, As-Sufiyah `Aqidah wa Ahdaf oleh Laila binti `Abdillah, Darul Wathan, Riyadh, cet I, hal 1410H, hal 10-11).
Asal kata shufi dari pakaian shuf (bulu domba) ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, karena kenyataan yang ada pada masa Ibnu Taimiyah adalah mereka memakai pakaian kasar (bulu domba), sebagai refleksi zuhud (menahan diri agar tidak terlena oleh dunia), dan menampakkan kesederhanaan di dalam hidup dan menghiasi diri dengan akhlaqul karimah terhadap Allah serta seluruh mahluk-Nya.
Ibnu Taimiyah dalam menguatkan shuf (bulu domba) sebagai sebab penamaan shufi adalah karena mereka terkenal dengan pakaian shuf (bulu). Itu hanyalah menyebutkan gejala mereka pada masa itu dan sebelumnya, yaitu pakaian shufi sebagai refleksi dari zuhud. Tetapi ada pendapat lain tentang penamaan itu menunjukkan sebagian pemikiran mereka, yaitu pemikiran seperti yang disebutkan oleh Al-Biruni Abu Ar-Rahyan yang menisbatkan tasawuf kepada kata "Sofia" Yunani yaitu hikmah (filsafat), mengingat karena saling dekatnya pendapat-pendapat antara pendapat orang-orang shufi dengan para filosof Yunani kuno. (al- Tasawuf al mansya' wal mashadir, oleh Ihsan Ilahi Dhahir, hal 33-34).
Diantara tarekat –tarekat sufi adalah :
1. Tiijaniyah
2. Qodiriyah
3. Naqsyabandiyah
4. Syadzaliyah
5. Rifa'iyah
6. Dll.
Di Antara Ucapan –Ucapan Tokoh Kaum Sufi
a. Uways al-Qorony, seorang tabi'in yang diprediksi Nabi SAW sebagai raja surga. Beliau pernah mengatakan,
"pendamlah potensimu di kedalaman bumi yang paling dalam (biar tidak terjebak dalam takjub pada diri sendiri)"
b. Abu Bakar As-Syibly,salah seorang murid Abul Qosim al Junaidy, "aku mengenal Tuhanku lewat Tuhanku (ma'rifat sejatinya bukanlah karena kasab tetapi anugerah Tuhan)
Buku-Buku Tentang Tasauf
a. Alfutuuhaatul makkiyah, yang dikarang oleh Ibnu 'Araby .
b. Quutul Quluub karangan Abu Tholib Al-Makky.
c. Ath-Tawashin karangan Alhallaj.
d. Ihya Ulumuddin, karya Al Ghazali
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Istilah sufi muncul sebelum tahun 200H. Ketika pertama kali muncul, banyak orang yang membicarakannya dengan berbagai ungkapan. Alhasil, tasawuf adalah latihan jiwa dan usaha mencegah tabiat dari akhlak-akhlak yang hina lalu membawanya ke akhlak yang baik, hingga mendatangkan pujian di dunia dan pahala di akherat.
2. Asal kata shufi dari pakaian shuf (bulu domba) ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, karena kenyataan yang ada pada masa Ibnu Taimiyah adalah mereka memakai pakaian kasar (bulu domba), sebagai refleksi zuhud (menahan diri agar tidak lena oleh dunia), dan menampakkan kesederhanaan dan kemelaratan hidup di samping menahan diri dari berhubungan secara negatif dan minta-minta pada orang,
Penutup
Segala puji bagi Allah yang Maha sempurna yang mengatur segala yang ada yang menghidupkan dan yang mematikan.
Saya berharap kepada pembaca agar tidak segan-segan mengingatkan saya apabila ternyata didalam tulisan ini terdapat kesalahan,kekeliruan, karena saya yakin bahwa tidak ada usaha yang sifatnya sempurna dan bahwa kebenaran itu milik Allah yang mungkin saja diilhamkan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya .
Saya mengakhiri tulisan ini dengan berdo’a kepada Allah semoga shalawat tetap tercurah atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW , sahabat-sahabat beliau, pengikut-pengikut setia beliau sampai datangnya hari akhirat,amin...
 
footer